Hukum Jual Beli Valas

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli hukum Islam di berbagai belahan dunia, dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya mereka sepakat tentang bolehnya memperjual belikan valuta asing dari jenis mata uang apapun dan dari negara manapun. Tetapi juga mereka sepakat bahwa transaksi valuta asing harus dilakukan secara tunai dan bertangguh. Hal ini didasarkan pada ketentuan syari’ah seperti yang dijelaskan oleh hadits-hadits Nabi di atas.

Akhir tahun 2008 ini Indonesia mulai merasakan dampak dari krisis ekonomi global, yang bermula dari Amerika, merambah negara-negara Eropa hingga Indonesia kini merasakan dampaknya. Harga-harga saham merosot tajam, dan rupiah ikut goncang, orang-orang yang berduit dan disimpan di bank mulai panik. Menukar rupiahnya dengan dolar, manakala nilai dolar merosot terhadap uang lainnya, orang menukar lagi dengan uang lain. Maka ramailah situasi penjualan valuta asing, karena jual beli valas sempat menghancurkan perekonomian Indonesia dengan jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar AS. Itu terjadi di era 90-an. Akankah hal itu terjadi lagi di negeri kita saat ini. Itulah yang membuat orang-orang yang banyak duit menjadi panik. Tapi apakah secara Islam jual beli mata uang ini diperbolehkan?

A. Pengertian Valuta Asing
Valuta asing dalam istilah bahasa Inggris dikenal dengan money changer atau foreign exchange, sedangkan dalam istilah Arab disebut al-sharf. Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa al-sharf berarti menjual uang dengan uang lainnya. Al-Sharf yang secara harfiyah berarti penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. Dengan demikian al-Sharf adalah perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya. Valas atau al-sharf secara bebas diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Jual beli mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang mencakup beberapa hal sebagai berikut: pembelian mata uang,pertukaran mata uang, pembelian barang dengan uang tertentu, penjualan barang dengan mata uang, penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang) dengan mata uang tertentu, atau penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu.
Masing-masing dari kegiatan di atas dapat diklasifikasi menjadi dua macam kegiatan, yaitu jual beli dan pertukaran. Sehingga untuk masing-masing kegiatan tersebut dapat diberlakukan hukum jual beli dan pertukaran. Penjualan mata uang dengan mata uang yang serupa atau penjualan mata uang dengan mata uang asing dalam Islam inilah yang kemudian disebut sebagai al-sharf.
Apa yang diperdagangkan dalam penjualan valuta asing? Jawabannya tentu saja uang, mata uang diperdagangkan secara berpasangan melalui broker atau dealer. Valas bersifat interbank karena waktu perdagangannya yang secara kontinyu mengikuti waktu perdagangan masing-masing negara dan bisa diasumsikan bahwa pasar valas buka 24 jam.

B. Jual Beli Valuta Asing Dalam Perspektif Fiqh
Secara normatif hukum Islam, jual beli valuta asing yang dilakukan saat sekarang tidaklah berubah fungsi uang dalam Islam. Karena al-sharf yang dijadikan sebagai salah satu jasa perbankan tidaklah sama dengan perdagangan uang atau memperjual belikan uang yang dalam banyak hal telah merugikan masyarakat banyak, terutama dalam kasus Indonesia.
Sebagai salah satu variasi jual beli, al-sharf juga tentu saja harus memenuhi persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain seperti bai’ mutlak dan muqayyadah. Karena agar jual beli itu terbentuk dan sah diperlukan sejumlah syarat, yaitu syarat adanya akad jual beli dan syarat sahnya jual beli. Sehingga akad jual beli itu tidak saja ada dan terbentuk, akan tetapi juga sah secara hukum. Dengan demikian, hukum tentang al-sharf yang biasa diartikan dengan jual beli valuta asing tidak diragukan lagi kebolehannya dari sudut fiqh Islam.

C. Dasar Hukum al-Sharf
Seperti yang telah diterangkan dalam pendahuluan bahwa setelah beberapa jenis mata uang telah dibuat, maka mata uang kertas wajib menggantikan fungsi emas dan perak, yang mana emas dan perak inilah yang dulu dipakai sebagai alat tukar. Dengan demikian mata uang kertas menjadi satu-satunya satuan hitung dan sarana perantara dalam tukar-menukar. Mata uang kertas menjadi nilai harga sebagaimana halnya emas dan perak. Oleh sebab itu hukum tukar menukar mata uang kertas tunduk kepada peraturan al-sharf sebagaimana halnya emas dan perak.
“Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang,dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian.” (HR. Bukhari).
“Nabi melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengan perak sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesuka kami”.
“Kami telah diperintahkan untuk membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu beliau menjawab, ‘Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah yang aku dengar.” (HR. Abu Hurairah)
Dari beberapa Hadits di atas dipahami bahwa hadits pertama dan kedua merupakan dalil tentang diperbolehkannya al-sharf serta tidak boleh adanya penambahan antara suatu barang yang sejenis (emas dengan emas atau perak dengan perak), karena kelebihan antara dua barang yang sejenis tersebut merupakan riba fadl yang jelas-jelas dilarang oleh Islam. Sedangkan hadits ketiga, selain bisa dijadikan dasar diperbolehkannya al-sharf, juga mengisyaratkan bahwa kegiatan jual beli tersebut harus dalam bentuk tunai, yaitu untuk menghindari terjadinya riba nasi’ah.
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram, syarat ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis. Sedangkan pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan al-tafadhul. Misalnya yaitu menukar mata uang dolar Amerika dengan dolar Amerika, maka nilainya harus sama. Namun apabila menukar mata uang dolar Amerika dengan rupiah, maka tidak disyaratkan al-tamatsul. Hal ini praktis diperbolehkan mengingat nilai tukar mata uang di masing-masing negara di dunia ini berbeda. Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang populer dan menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan tentunya masing-masing nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya.
Tidak sah hukumnya apabila di dalam transaksi pertukaran uang terdapat penundaan pembayaran, baik penundaan tersebut berasal dari satu pihak atau disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat ini terlepas dari apakah pertukaran itu antara mata uang yang sejenis maupun mata uang yang berbeda.
Selain beberapa syarat di atas, disebutkan pula batasan-batasan pelaksanaan valuta asing yang juga didasarkan dari hadis-hadis yang dijadikan dasar bolehnya jual beli valuta asing. Batasan-batasan tersebut adalah:
1. Motif pertukaran adalah rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
2. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
3. Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (bai’ ainiah)
Seseorang yang melakukan perdagangan valuta asing wajib memerhatikan batasan tersebut dan wajib menjauhkan diri dari pasar gelap. Tidaklah dibenarkan pedagang valas berpendapat bahwa “agama membenarkan penukaran mata uang dengan syarat dilakukan secara tunai, tetapi mereka mengabaikan kepentingan masyarakat banyak.” Jika mereka melakukan penyimpangan karena melakukan pemerasan, maka yang semula halal akan menjadi terlarang karena dapat merugikan.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa tukar menukar uang yang satu dengan uang yang lain diperbolehkan. Begitu pula memperdagangkan mata uang asalkan nama dan mata uangnya berlainan atau nilainya saja yang berlainan, namun harus dilakukan secara tunai.
Dalam hal memperjualbelikan mata valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai, Yusuf al-Qardhawi mengatakan tidak diperbolehkan. Oleh karena itu tidak sah jual beli uang dengan sistem penangguhan, bahkan harus dilakukan secara tunai ketika di tempat transaksi
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli hukum Islam di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya mereka sepakat tentang bolehnya memperjual belikan valuta asing dari jenis mata uang apapun dan dari negara manapun. Tetapi juga mereka sepakat bahwa transaksi valuta asing harus dilakukan secara tunai dan bertangguh. Hal ini didasarkan pada ketentuan syari’ah seperti yang dijelaskan oleh hadits-hadits Nabi di atas.
Ada hal penting yang tersirat dari hadis Nabi maupun penafsiran para ahli hukum Islam tentang perdagangan valuta asing ini, yaitu bertujuan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dan dizalimi, dan tidak mendatangkan mudharat bagi masyarakat banyak.
Persoalan perdagangan valuta asing telah menjadi sangat populer, umum dan hampir dilakukan serta diterima sebagai suatu transaksi yang dipraktikkan di seluruh dunia. Tidak ada sistem ekonomi suatu negara mengalami kemajuan tanpa behubungan dengan perdagangan valuta asing. Oleh sebab itu selayaknya perdagangan valuta asing diterima dan diadopsi sebagai suatu kebutuhan di bidang akonomi dan bermanfaat serta sulit sekali dipisahkan dari dunia modern. Afzalur Rahman mengutip pendapat Imam Hanafi, bahwa jika suatu bisnis secara umum diterima dan dilakukan oleh orang banyak, maka bisnis tersebut menjadi halal, karena merupakan kebutuhan. Akan tetapi jika perdagangan valuta asing tersebut dilakukan dengan tujuan untuk spekulasi, dan merusak sistem perekonomian suatu negara, maka hal inilah yang sangat bertentangan dengan tujuan syari’ah. Solusi yang terbaik untuk hal itu adalah mengadopsi dan menyesuaikan sistem perdagangan valuta asing yang ada dengan prinsip-prinsip yuridis syar’i (hukum Islam), dan penulis sepakat dengan pendapat Yusuf al- Qardhawi dan Imam Malik batasan tunai dan tangguh diserahkan kepada adat kebiasaan masyarakat sesuai dengan kaedah ushul fiqh al adatu muhakamah.

D. Contoh-Contoh Pelaksanaan Valuta Asing
Berikut ini adalah contoh-contoh yang diambil dari salah satu literatur yang khusus membahas masalah-masalah jual beli yang dipertanyakan oleh orang-orang yang ingin mendapatkan hukum yang benar sesuai dengan syari’at Islam, dan jawaban yang diberikan merupakan hasil dari musyawarah yang dilakukan oleh kelompok bahstul masail terkenal.
1. Seorang dokter berkebangsaan Mesir bekerja di Saudi menabung sebagian uang dari gajinya di salah satu Bank di Saudi. Saat dia akan pulang, dia berniat untuk menukar mata uang Saudi ke pound Mesir. Di mesir dia akan mendapat dua hal yaitu menukarkannya di bank atau di money changer. Di Mesir nilai tukar satu dolar mencapai 80 qirsy mesir. Jika dia menukarkannya kepada pedagang mata uang maka harga satu dolar bisa mencapai 120 qirasy mesir. Apakah hal tersebut haram? Jawabannya adalah apabila dia menukarkan uang kepada pedagang valas dengan harga 120 qirsy dari jenis yang berlainan, maka hukumnya halal
2. Ada beberapa orang al-Jazair yang pergi ke Prancis. Lalu mereka mengambil mata uang Perancis dari para pekerja al-Jazair di sana, 1000 franc Prancis ditukar dengan 2000 dinar aljazair dan terkadang bisa lebih. Ketika mereka kembali ke aljazair, mereka menyerahkan uang tersebut kepada keluarga para pekerja dengan mata uang aljazair. Artinya penukaran mata uang tersebut tidak berlangsung secara tunai. Dan perlu diketahui bahwa mata uang Aljazair lebih mahal daripada Prancis. Jika masalahnya seperti ini maka hukumnya tidak diperbolehkan menjual sebagiannya dengan sebagian lainnya kecuali secara tunai.
3. Seseorang menerima gaji dengan riyal Saudi, lalu dia menukarnya dengan riyal Sudan. Sedangkan satu riyal Saudi sama dengan 3 riyal Sudan. Maka hal ini dinilai boleh yaitu menukar uang kertas suatu negara ke uang kertas negara lain meskipun objek penukaran berbeda nilainya. Namun dengan syarat bahwa serah terima dilaksanakan di tempat transaksi.
Inilah sekilas mengenai baluta asing, sebagai pengetahuan kita agar kita berhati-hati ikut dalam jual beli atau penukaran valuta asing. Agar uang kita tetap bersih dan dijauhkan dari riba. (As)
 

Referensi lain:
http://syiarislam.wordpress.com/2008/02/04/fatwa-mui-tentang-jual-beli-valas-valuta-asing-forex/
http://ikofx-indo.com/2011/06/22/forex-dalam-hukum-islam/
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/ustadz-menjawab/10/08/02/127833-bagaimana-hukum-trading-online-forex-index-dan-komoditi-dalam-islam-

Baca juga tentang riba disini:
http://id.wikipedia.org/wiki/Riba

=======================================================================================
Get Adobe Flash player
Dapatkan panduan belajar forex gratis secara online - Find us on Facebook
=======================================================================================